Wednesday, 17 April 2019

Patofisiologi Sindrom Delirium

Patofisiologi Sindrom Delirium

Patofisiologi Sindrom Delirium

Patofisiologi  Delirium Pada Lansia


Delirium merupakan fenomena kompleks, multifaktorial, dan mempengaruhi berbagai
bagian sistem saraf pusat. 

Hipotesis terbaru menunjukkan defisiensi jalur kolinergik dapat
merupakan salah satu faktor penyebab delirium. Delirium yang diakibatkan oleh penghentian
substansi seperti alkohol, benzodiazepin, atau nikotin dapat dibedakan dengan delirium
karena penyebab lain.

Baca Juga:
Tanda Gejala Sindrom Delirium

Pada delirium akibat penghentian alkohol terjadi ketidakseimbangan
mekanisme inhibisi dan eksitasi pada system neurotransmiter. 

Konsumsi alkohol secara
reguler dapat menyebabkan inhibisi reseptor NMDA (N-methyl-D-aspartate) dan aktivasi
reseptor GABA-A (gammaaminobutyric acid-A). Disinhibisi serebral berhubungan dengan
perubahan neurotransmitter yang memperkuat transmisi dopaminergik dan noradrenergik, 

adapun perubahan ini memberikan manifestasi karakteristik delirium, termasuk aktivasi
simpatis dan kecenderungan kejang epileptik. 

Pada kondisi lain, penghentian benzodiazepine
menyebabkan delirium melalui jalur penurunan transmisi GABA-ergik dan dapat timbul
kejang epileptik. 

Delirium yang tidak diakibatkan karena penghentian substansi timbul
melalui berbagai mekanisme, jalur akhir biasanya melibatkan defisit kolinergik
dikombinasikan dengan hiperaktivitas dopaminergik.

Perubahan transmisi neuronal yang dijumpaipada delirium melibatkan berbagai
mekanisme, yang melibatkan tiga hipotesis utama, yaitu:

1. Efek Langsung 

Beberapa substansi memiliki efek langsung pada sistem neurotransmiter, khususnya
agen antikolinergik dan dopaminergik. Lebih lanjut, gangguan metabolik seperti
hipoglikemia, hipoksia, atau iskemia dapat langsung mengganggu fungsi neuronal dan
mengurangi pembentukan atau pelepasan neurotransmiter. 

Kondisi hiperkalsemia pada wanita
dengan kanker payudara merupakan penyebab utama delirium. 

2. Inflamasi 

Delirium dapat terjadi akibat gangguan primer dari luar otak, seperti penyakit infl
amasi, trauma, atau prosedur bedah. 

Padabeberapa kasus, respons infl amasi sistemik
menyebabkan peningkatan produksi sitokin, yang dapat mengaktivasi mikroglia untuk
memproduksi reaksi infl amasi pada otak. 

Sejalan dengan efeknya yang merusak neuron,
sitokin juga mengganggu pembentukan dan pelepasan neurotransmiter. Proses infl amasi
berperan menyebabkan delirium pada pasien dengan penyakit utama di otak (terutama
penyakit neurodegeneratif ). 

3. Stres 

Faktor stres menginduksi sistem saraf simpatis untuk melepaskan lebih banyak
noradrenalin, dan aksis hipotalamuspituitari- adrenokortikal untuk melepaskan lebih banyak
glukokortikoid, yang juga dapat mengaktivasi glia dan menyebab kan kerusakan neuron.

Sekian Mengenai

Patofisiologi Sindrom DeliriumPatifisiologi Delirium Pada Lansia

Share this

Artikel Terkait